January 25, 2011 · Filed under
courses
MAKALAH PENGHAYATAN PROFESI KEDOKTERAN HEWAN
JENIS DAN TATA CARA PEMELIHARAAN SAPI PERAH
oleh
Anggina Sari Salmi
Arian Putra
Ica Antika
Tantina
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
2009/2010
DAFTAR ISI
Halaman
Daftar Isi …………………………………………………………………………….. i
Daftar Gambar …………………………………………………………………….. ii
Daftar Tabel ………………………………………………………………………… ii
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………….. 1
Latar Balakang …………………………………………………………………………… 1
Tujuan ………………………………………………………………………………………. 1
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………………………… 2
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………. 3
Penampilan luar dan pertulaangan ………………………………………………………. 3
Struktur dan pertumbuhan ambing ………………………………………….. 3
Ras …………………………………………………………………………………….. 4
Pertumbuhan sapi perah ……………………………………………………….. 8
Dinamika laktasi ……………………………………………………………………. 9
Pakan …………………………………………………………………………………. 10
Sistem perkandangan sapi perah …………………………………………….. 11
Efek lingkungan terhadap penampilan produksi …………………… 14
Manfaat pemeliharaan sapi perah ……………………………………………. 15
Peran dokter hewan dalam pengembangan sapi perah …………… 16
SIMPULAN ……………………………………………………………………………………….. 17
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………. 17
DAFTAR GAMBAR
1. Friesian Holstein ………………………………………………………………………………….. 5
2. Brown Swiss…………………………………………………………………………………. 6
3. Ayrshire …..………………………………………………………………………………….. 6
4. Guerensey …………………………………………..………………………………………. 7
DAFTAR TABEL
1. Estimat Bobot Hidup Sapi Perah pada Berbagai Usia ………………………………… 9
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sapi perah adalah hewan ternak yang berasal dari family Bovidae
seperti bison, banteng dan kerbau. Sapi perah memiliki banyak manfaat
yaitu menghasilkan air susu, daging, tenaga untuk bekerja, biogas, dan
berbagai kebutuhan lainnya.. Sapi didomestikasikan sejak 400 tahun SM,
dan diperkirakan berasal dari Asia tengah yang kemudian menyebar ke
Eropa, Afrika dan seluruh Asia. Selain jenis sapi persilangan, ada pula
jenis sapi asli seperti red shindi, australian milking zebu, brown
swiss dan lainnya. Persilangan antar sapi perah dilakukan untuk
mendapatkan sapi perah yang memiliki kualitas bagus. Persilangan ini
dilakukan pada sapi lokal dengan sapi Friesian Holstein di Grati untuk
memperoleh sapi perah yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.
Salah satu hewan ternak penghasil protein yang sangat penting adalah
sapi perah. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95%
kebutuhan susu, dan 85% kebutuhan kulit. Sapi perah merupakan penghasil
air susu yang kaya akan protein yang merupakan sumber gizi yang penting
untuk bayi, anak dalam masa pertumbuhan serta lanjut usia. Protein
dalam air susu sangat penting untuk menunjang pertumbuhan kecerdasan dan
daya tahan tubuh. Selain bermanfaat bagi tubuh, sapi perah juga
berperan besar dalam menunjang perekonomi dan kelestarian ekosistem.
Sapi perah bisa dijadikan komoditas bisnis, selain itu bahan bakar dari
fefesnya dapat menjadi solusi untuk pencemaran udara.
Dilihat dari segi ekonomi pula, peternak sapi perah sebenarnya
mempunyai peluang usaha yang sangat besar dikarenakan kebutuhanan
permintaan masyarakat terhadap susu mulai meningkat dan bertambah,
sedangkan populasi sapi perah yang tidak seimbang dengan permintaan
tersebut. Hal itu menyebabkan kebutuhan susu tidak dapat terpenuhi.
Artinya prospek usaha ternak sapi perah cukup baik dan menjanjikan.
Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk mengetahui jenis-jenis sapi
perah, seperti spesies, ciri morfologi, ras, dan prilaku. Serta
mengetahui aspek-aspek pemeliharaan, manfaat yang diberikan sapi perah
bagi manusia, dan peran dokter hewan dalam pemeliharaan sapi perah.
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi perah di Indonesia sebagian besar adalah dari jenis Friesian
Holstein dan hasil silang lokal. Sedangkan sisianya hanya sebagian kecil
saja dari Friesian Sahiwal. Sapi perah yang disebut belakangan ini
hanya sebagian sapi percontohan yang didatangkan pertama-tama untuk
riset. Selain itu masih dikenal beberapa jenis sapi perah yang ada di
dunia antara lain Jersey, Brownswiss, Jersey cross, dan juga Brownswiss
cross.
Pemeliharaan jenis sapi perah Friesian Holstein memang sangat tepat
ditinjau dari produksi susunya karena sapi ini memiliki produksi susu
yang paling tinggi bila dibandingkan dengan sapi perah seperti, Jersey
dan Friesian Sahiwal (Mahaputra, 1983)
Jenis-jenis sapi perah yang ada di dunia antara lain, Red shindi,
Milking shorthorn, Jersey, Fries Holland, Brown swiss, Ayrshire, dan
Australian milking zebu. Taksonomi sapi perah dapat dilihat pada uraian
dibawah ini:
Taksonomi sapi perah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactylia
Sub Ordo : Ruminansia
Famili : Boviadae
Genus : Bos
Spesies :
Bos taurus (sebagian besar sapi)
Bos indicus (sapi berpunuk)
PEMBAHASAN
A. Penampilan Luar dan Pertulangan
Secara penampilan, sapi perah yang baik adalah sapi yang memiliki
ukuran tubuh yang tidak terlalu gemuk. Tonjolan-tonjolan tulangnya
terlihat, walapun demikian sapi harus masuk dalam kategori sehat
(aktif, memiliki nafsu makan yang baik, berkulitnya halus, rambut
mengkilat dan memiliki mata besar serta bersinar) (Blakely and Blade,
1991).
B. Struktur dan Pertumbuhan Ambing
Pada sapi perah ambing merupakan bagian organ yang sangat penting.
Ambing adalah suatu kelenjar kulit yang ditutupi oleh rambut kecuali
pada bagian putingnya (Prihadi, 1997). Ambing terdiri atas bagian-bagian
kecil dari jaringan sekretorik yang tersusun dari alveoli. Sejumlah
alveoli bergabung menjadi satu oleh satu saluran dan terbungkus oleh
jaringan ikat membentuk satu lobulus. Lobulus-lobulus tersebut bergabung
menjadi satu membentuk lobus. Jaringan sekretorik memiliki jaringan
ikat. Apabila jumlah jaringan ikat pada ambing lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah jaringan sekretorik, maka ambing tersebut adalah ambing
daging. Hal sebaliknya, jika jumlah jaringan sekretorik lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah jaringan ikat, maka ambing tersebut disebut
ambing kelenjar (Syarief et al, 1984).
Setiap sapi memiliki ukuran dan bentuk kelenjar susu yang
berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan berproduksi,
umur ternak, dan faktor genetik yang diturunkan oleh induknya, (Prihadi,
1997). Pada beberapa jenis hewan, termasuk sapi perah, kelenjar susu
mengeluarkan kolostrum yang kaya akan bahan-bahan antibodi. Kolostrum
tersebut akan melindungi pedet terhadap infeksi berbagai macam penyakit.
Perlindungan ini berlaku selama beberapa minggu setelah lahir.
Perkembangan kelenjar mamae pada sapi perah sangat baik. Ternak mamalia
lain jumlah sekresi susunya berpengaruh terhadap efisiensi produksi
daging (Prihadi, 1997).
C. Ras
Sapi perah dibedakan menjadi dua menurut asalnya, yaitu sapi yang berasal dari daerah tropis (
Bos indicus) dan sub tropis (
Bos taurus) (Blakely and Blade, 1991).
1.a Sapi Perah Asal Daerah Tropis
Red Shindi
Sapi ini berasal dari daerah India, yang berbadan kecil, padat dan
berwarna merah. Sapi ini bertubuh kokoh, kuat dan berat. Gelambir sapi
Red Shindi berukuran lebar, serta memiliki kaki yang pendek, berambut
lembut dan memiliki ambing yang menggantung dan putingnya besar. Berat
badan sapi jantan 450-500 kg, sedangkan sapi betina 300-350 kg. produksi
susu sapi ini adalah 1500 sampai 2000 liter per tahun dengan kadar
lemak 5% (Sastroamidjojo, 1990).
Sapi jenis ini di subkontinen India merupakan sapi perah yang
tergolong baik walaupun digunakan untuk tenaga kerja rinngan dan berat
serta banyak di ekspor ke negara-negara tropis untuk memperbaiki
produksi air susu sapi lokal (Reksohadiprodjo, 1984).
Sahiwal
Sapi perah Sahiwal berasal dari Pakistan, tepatnya distrik Punjab.
Leher sapi ini lebih besar daripada Red Shindi, memiliki tubuh yang agak
panjang dan dalam, tanduknya sangat pendek bahkan pada sapi betina
hanya berupa bungkul saja. Berat badan sapi jantan dewasa 500-600 kg,
sedangkan sapi betina dewasa 450 kg. produksi air susu sekitar 1300 kg
per tahun denngan kadar lemaknya 4-6% (Sastroamidjojo, 1990).
Sapi perah jenis Sahiwal ini memiliki warna beraneka ragam dan kelabu
kemerah-merahan. Sapi ini berbadan besar, berat, panjang dan berdaging.
Kulit sapi ini hampir tidak berpigmen dan kepala sapi pejantan lebar
dan masif. Sapi ini memiliki tanduk yang pendek dan pada sapi betina
tanduknya tebal dan longgar pada pangkalnya. Telinganya sedang dan
memiliki rambut hitam di bagian pinggirnya. Gelambir sapi ini besar,
luas, dan berat. Preputium pejantan menggantung, dan ambing pada
betinanya berukuran besar (Reksohadiprodjo, 1984).
1.b. Sapi Perah Asal Daerah Sub Tropis
Friesian Holstein
Asal sapi jenis Friesian Holstein adalah Friesland, Belanda. Di
Indonesia sapi ini dikenal dengan nama Fries Holland (Soetarno, 2003).
Sapi Friesian Holstein (FH) yang memiliki corak hitam putih memiliki
produksi susu yang tinggi dan berkadar lemak rendah. Hal ini sangat
cocok dengan kondisi pemasaran saat ini (Blakely and Blade, 1991).
FH merupakan bangsa sapi perah terbesar yang paling menonjol di
Amerika Serikat. Jumlahnya berkisar antara 80% sampai 90 % dari seluruh
sapi perah yang ada. Ciri-ciri fisik sapi FH adalah warna rambutnya
belang hitam putih dengan perbatasan tegas sehingga tidak terdapat warna
bayangan. Pada dahi ini terdapat warna putih berbentuk segitiga, pada
bagian dada, perut bawah, kaki dari tracak sampai lutut dan rambut ekor
kipas berwarna putih, memiliki tanduk berukuran kecil, menjurus ke
depan. Sapi FH bersifat tenang sehingga mudah dikuasai, namun sapi ini
tidak tahan terhadap panas. Sapi Holstein betina secara umum memiliki
bobot 1250 pound (567 kg) dan untuk pejantan bobot minimumnya sebesar
1800 pound (816 kg). Jika dibandingkan Friesien Holstein lebih besar
dibandingkan dengan sebagian besar ternak yang lain dalam satu bangsa.
Bangsa sapi perah holstein mempunyai kemampuan menghasilkan air susu
lebih banyak daripada sapi perah lainnya, yaitu mencapai 5982 liter per
laktasi dengan kadar lemak 3,7% (Syarief, 1984).
Brown Swiss
Brown Swiss adalah jenis sapi yang dikembangkan di lereng-lereng
pegunungan di negara Swiss. Sapi-sapi ini memiliki kemampuan merumput
yang baik karena terbiasa merumput di kaki-kaki gunung pada musim semi
sampai lereng yang paling tinggi selama musim panas (Blakely and Blade,
1991).
Sapi brown swiss memiliki kisaran berat badan untuk yang betina
mencapai 1200 sampai 1400 pound, sedangkan yang jantan mencapai 1600
sampai 2400 pound . Ciri fisik sapi ini berwarna coklat muda sampai
coklat gelap, serta tercatat sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan
kecenderungan bersifat acuh. Tujuan pengembangan Sapi Brown Swiss
adalah untuk memenuhi kebutuhan keju dan daging, serta susunya dalam
jumlah besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relatif tinggi
(Prihadi, 1997).
Ayrshire
Ayr adalah adalah daerah tempat dikembangkannya sapi jenis Ayrshire.
Daerah ini berada di bagian barat daya Skotlandia. Kemampuan merumput
sapi ini sangat rendah karena wilayah tersebut dingin dan lembab,
ditambah dengan padang rumput tidak banyak tersedia. Dengan demikian
jenis ternak tersebut terseleksi secara alamiah (Blakely and Blade,
1991).
Gambar.3 Ayrshire
Secara fisik sapi Ayrshire memiliki warna yang bervariasi dari merah
dan putih, sampai warna mahagoni dan warna merahnya amat terang atau
hampir hitam. Sapi Ayrshire memiliki sifat yang sangat aktif, peka
dengan keadaan di sekitarnya dan cerdik. Stamina dari sapi ini cukup
tinggi sehingga sapi ini kuat dan aktif dalam merumput (Soetarno, 2003).
Kisaran berat badan sapi ini untuk yang betina mencapai 1250 pound dan
yang jantan mencapai 2300 pound (Prihadi, 1997).
Guernsey
Bangsa sapi Guernsey dikembangkan di pulau Guernsey, salah satu dari
pulau-pulau yang terletak di selat antara Perancis dan Inggris. Pulau
tersebut dikenal karena padang rumputnya yang bagus, sehingga pada awal
seleksinya, sifat-sifat dan kemampuan merumput bukan hal penting yang
terlalu diperhatikan (Blakely and Blade, 1991).
Gambar.4 Guernsey
Warna sapi Guernsey bervariasi dari kuning terang sampai merah dengan
tanda warna putih pada dahi, kaki, rambut kipas ekor, lipatan antara
paha, dan perut (selangkangan =
flank). Bangsa sapi Guernsey peka dan aktif, tetapi tidak mudah terganggu (Soetarno,2003). Sapi ini lebih jinak dan aktif, tidak
nervous,
mudah dipelihara, waktu dewasa lambat dibandingkan dengan Jersey,
pertama kali melahirkan umur 26 sampai 28 bulan dan dikawinkan pertama
kali umur 15 sampai 16 bulan. Produksi air susu dapat mencapai 4000 kg
per laktasi dengan kadar lemak 4,86%. Berat badan untuk sapi betina
dewasa 400 sampai 650 kg dan sapi jantan dewasa 850 kg (Syarief, 1984).
Secara umum sapi perah dewasa dapat dicirikan dengan kepala panjang,
sempit halus, sedikit kurus, dan tidak berotot. Leher panjang dan
lebarnya sedang, besar gelambirnya sedang, dan lipatan kulit leher
halus. Pinggang pendek dan lebar. Gumba punggung dan pinggang merupakan
garis lurus yang panjang, kaki kuat tidak pincang dan jarak antar paha
lebar. Badan berbentuk segitiga tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang
agak menonjol. Dada lebar, dan tulang rusuk panjang serta luas. Ambing
besar, luas memanjang ke depan ke arah perut dan melebar sampai di
antara paha. Produksi susu tinggi . Umur 3,5-4,5 tahun, sudah pernah
beranak. Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan
produksi susu yang tinggi. Tubuh sehat dan bukan pembawa penyakit
(Calder, 1996).
D. Pertumbuhan sapi perah
Kebutuhan sapi perah akan zat makanan terdiri atas kebutuhan hidup
pokok dan kebutuhan produksi. Dalam praktek, kebutuhan hidup pokok itu
diterjemahkan ke dalam bahasa yang pengertiannya sederhana dan mudah
diukur, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan bobot hidup. Seekor sapi
yang memperoleh makanan hanya sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup pokoknya, maka sapi tersebut tidak akan bisa memproduksi susu.
Jika sapi tersebut memperoleh makanan lebih dari kebutuhan hidup
pokoknya, maka kelebihan energinya akan dialihkan menjadi produk lain
seperti susu, daging, dan tenaga. Kebutuhan akan zat makanan untuk
menghasilkan produk-produk tersebut disebut dengan kebutuhan produksi
(Toha, 1983). Kebutuhan sapi perah akan zat makanan erat hubungannya
dengan bobot hidup, kemampuan reproduksi dan tingkat produksi.
Estimasi bobot hidup sapi perah dalam berbagai usia pada disajikan dalam tabel berikut
Tabel 1. Estimat Bobot Hidup Sapi Perah pada Berbagai Usia
Sumber: Ceramah Ilmiah: Tata Laksana Makanan dan Kesehatan Sapi Perah, PDHI Cab. Jawa Barat 1983
E. Dinamika laktasi
Jika dirawat secara baik, sapi perah betina dapat beranak pada umur
sekitar 2.5 tahun. Setelah melahirkan dapat diperah selama 10 bulan.
Menjelang kelahiran berikutnya dikeringkan selama 2 bulan. Selanjutnya,
sapi tersebut dapat beranak tiap tahun . Sapi laktasi yang baru beranak
untuk pertama atau kedua kalinya, umurnya masih muda sehingga diharapkan
masih tumbuh.
Selama laktasi, sapi perah mengalami perubahan-perubahan seperti berikut:
Pertama, produksi air susunya fluktuatif. Mula-mula agak rendah,
kemudian meningkat sampai mencapai titik tertinggi pada bulan laktasi
kedua. Setelah itu meluncur turun hingga mencapai titik terendah pada
bulan laktasi kedelapan hingga kesepuluh.
Kedua, selera makan sapi memperlihatkan kecenderungan yang berlawanan
dengan produksi air susu. Pada bulan-bulan pertama laktasi yaitu pada
saat produksi air susu tinggi selera makan sapi rendah kemudian
berangsur-angsur bangkit hingga mencapai puncaknya hingga bulan laktasi
ke tiga. Selanjutnya karena anak yang ada dalam perut sapi banyak
meminta ruang dalam rongga perutnya, selera makan sapi kembali menurun.
Ketiga, hasil penimbangan bobot menunjukkan bahwa selama laktasi
bobotnya tidak tetap. Awal laktasi produksi susu tinggi sedangkan
bobotnya menyusut. Kemudian berangsur-angsur naik kembali dan turun
lagi.
Perubahan yang mempunyai kecenderungan seperti itu menimbulkan
beberapa masalah. Pada awal laktasi sapi berada pada neraca zat makanan
yang negatif. Artinya sapi tersebut lebih banyak mengeluarkan zat
makanan kedalam air susu, tinja, air seni dari pada yang diperolehnya
melalui pemberian makanan. Hal ini sukar sekali dicegah. Kekurangan zat
makanan diambil dari tubuhnya sendiri hingga bobotnya menyusut.
Selain kuantitas air susu yang berubah, kualitas air susu yang
dihasilkan juga ikut berubah. Terutama kadar lemak dan kadar proteinnya.
Pada awal laktasi, yaitu 3-5 hari pertama setelah melahirkan, sapi
perah menghasilkan kolostrum yang berbeda dengan air susu biasa.
Kolostrum nampak berwarna kuning, konsistensinya kental dan komposisi
zat makanannya serba tinggi. Kandungan zat makanan tersebut kemudian
berangsur-angsur menyusut hingga puncak laktasi yaitu sekitar bulan
laktasi kedua. Kandungan lemak dan proteinnya mencapai titik terendah
dan berangsur naik hingga pada akhir laktasi konsentrasinya menjadi
lebih kental (Yusran et al, 1994).
F. Pakan
Pakan ternak perah adalah bahan-bahan yang dapat diberikan kepada
ternak perah sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa menggangu
kesehatan, dengan tujuan selain untuk kelangsungan hidupnya secara
normal juga diharapkan dapat mengoptimalkan produksi. Tingginya produksi
susu sapi perah ditentukan oleh faktor kebakan atau keturunan sebesar
25% dan 75% ditentukan oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor
lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap produksi adalah “makanan”.
Karena itu program penyediaan mkananan sapi perah yang baik sangat
diperlukan untuk meningkatkan keuntungan dari produksi yang dihasilkan.
Agar diperoleh hasil seoptimal mungkin diperlukan susunan ransum yang
seimbang, artinya ransum tersebut mengandung semua zat-zat maknan
(nutrisi) yang diperlukan dalam imbangna yang tepat (Soetarno, 2003).
Pemberian zat makanan yang tidak cukup dan membatasi sekresi susu
sapi separ karena laju sintesis dan difusi dari berbagai komposisi susu
yang berasal dari makanan yang sifatnya sementara. Sapi perah selain
diberi pakan hijauan, perlu diberi pakan berupa konsentrat sebagai
pelengkap zat gizi yang tidak diperoleh dari hijauan. Konsentrat (tidak
terminus tambahan protein) merupakan bahan pakan yang berenergi tinggi
dan berserat rendah (< 18%) serta mengandung protein 20%, konsentrat
semacam itu disebut konsentrat sumber energi. Sedangkan bila mengandung
protein <20% konsentrat seperti itu disebut konsentrat sumber
protein. Selain itu hijauan dapat berupa daun-daun seperti daun pisang,
nangka, cemara, waru, yang kandungan patinya cukup. Sedangkan dari
konsentrat dapat berupa tepung tulang, NaCl, mineral Cu, P. Untuk minum
diperlukan air. Hewan ternak memperoleh air minum dari air yang
disediakan dan air yang terkandung dalam pakan serta air metabolic
(Tillman, 1983).
Menurut penjelasan dari Tillman (1983), bahwa untuk memproduksi 1 kg
susu dibutuhkan 4 sampai 5 kg air. Selanjutnya sapi perah akan
mengkonsumsi air lebih banyak bila diberikan secara bebas. Pakan sapi
perah harus memenuhi hidup pokok, pertumbuhan fetus dan produksi susu
(bagi yangsedang laktasi). Pakan yang baik harus cukup mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air susu. Defisiensi
Ca pada ternak sapi perah menyebabkan milk fever (demam susu).
G. Sistem perkandangan sapi perah
Jenis kandang untuk sapi perah ada tiga yaitu kandang laktasi
tunggal, kandang laktasi ganda dan kandang pedet. Kandang berfungsi
untuk melindungi sapi dari cuaca buruk, hujan, panas matahari serta
keamanan dari gangguan binatang buas dan pencurian (Timan,
2003).Bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha sapi perah, dan
pembangunannya ditujukan untuk mengurangi penggunan waktu dalam
pemeliharaan, efisiensi kerja dan tenaga kerja. Besar bangunan harus
disesuaikan dengan rencana jumlah ternak yang akan dipelihara dalam
keadaan iklim setempat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
kandang adalah cahaya matahari, ventilasi, letak kandang, parit
(Sutarno, 1994).
Macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang
sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi
pens), kandang individu (individual pans), kandang kelompok (group
pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens) (Sutarno, 1994).
Kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion
bain), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas,
sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu
kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan
mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan
membuatnya, serta mudah perawatannya (Sutarno, 1994).
Kandang tunggal atau satu lantai dilihat dari penempatan sapi
dibedakan menjadi satu baris atau lebih dari satu baris. Jenis kandang
yang lain yaitu kandang lepas yang merupakan sistem kandang yang memberi
kesempatan sapi bebas karena tidak ditambat. Kandang ini terdiri dari
kandang lepas sistem loose housing merupakan kandang sapi perah yang
sapinya tidak ditambat, bagian kandang ini terdiri dari ruang tempat
istirahat, tempat peranginan dan tempat penyimpanan makanan, tempat
memerah dengan mesin dan tempat sapi kering. Kandang lepas system
freestall pada prinsipnya sama dengan system loose housing, yaitu sapi
dipelihara dikandang dengan tidak ditambat. Pada kandang freestall
tempat istirahat atau tidur sapi disekat-sekat, dan tiap sekatnya hanya
cukup untuk satu ekor (Sutarno, 1994).
Beberapa faktor yang turut menentukan ukuran, tipe, dan penggunaan
kandang antara lain ukuran nyata dari kelompok sapi perah dan rencana
ekspansi; kemiringan, pengaliran dan penampakkan sisi bangunan; kondisi
iklim; ukuran dan produktivitas usaha; tenaga kerja yang tersedia; modal
yang tersedia; aturan sanitasi dan aturan perdagangan susu; aturan
pembangunan dan bangunan di wilayah itu; kesukaan personel (Soetarno,
2003).
Pada kajian teknis beberapa hal perlu dipertimbangkan antara lain
ternak sapi perah harus dapat berada atau meletakkan diri di suatu
ruangan yang memungkinkannya melakukan berbagai gerakan dan khususnya
untuk tidur: sinar yang dapat menjamin kesehatan yang baik dari ternak
dan membuat ruang menjadi menyenangkan; orientasi sumbu utara-selatan
menjamin panas yang baik sepanjang hari terutama di pulau Jawa; ternak
perah butuh suhu optimal pada suhu 1 sampai 15oC; ventilasi udara
kandang tidak boleh terlalu lembap terlebih di negara tropika basah
seperti Indonesia; kecepatan angin kurang dari 0,25 m/detik untuk suhu
<100C sedangkan untuk suhu >200C kecepatan anginnya >1m/detik
(3.600 m/jam); kadar amoniak yang diijinkan adalah 5 ppm (5 bagian per
sejuta); udara sekitar harus mengandung cukup oksigen untuk pernafasan
sekitar 0,2 m3/jam tiap kg berat hidup (Soetarno, 2003).
Letak kandang diusahakan tidak terletak pada pusat kota atau
pemukiman penduduk, letaknya harus lebih tinggi dari wilayah sekitarnya
sehingga sekitar kandang tidak kumuh atau air dari kandang tidak
mencemari dan wilayah sekitarnya tetap bersih dan kering, cukup tersedia
air bersih sepanjang tahun untuk minum sapi, memandikan sapi,
membersihkan kandang, peralatan penampung susu dan keperluan lainnya,
tersedia tanah untuk umbaran/pelepasan sapi dan tanaman hijauan pakan
sapi, kandang diusahakan agar terhindar dari angin kencang dengan
menanami pepohonan di sekitar kandang atau pagar hidup yang biasanya
cukup untuk menahan angin (Soetarno, 2003).
Kebersihan kandang merupakan syarat penting bagi sapi perah perlu
selalu ditekankan dan benar-benar diperhatikan. Tidak boleh ada pojok,
lobang-lobang atau retak pada lantai, tempat makanan dan sebagainya yang
menyebabkan menyukarkan usaha kebersihan. Pojok-pojok hendaknya dibuat
agak bundar, semua lobang-lobang dan kerusakan lantai harus segera
diperbaiki sehingga kandang harus diusahakan tetap bersih, kering dan
bebas dari sarang laba-laba. Kandang dikapur sedikitnya setahun sekali
dengan warna agak tua (kelabu) agar tidak menyakitkan mata sapi
(Soetarno, 2003).
Cahaya matahari diusahakan dapat masuk ke dalam kandang
sebanyak-banyaknya, lebih-lebih cahaya matahari pagi musuh terbesar dari
segala macam kuman-kuman, dan pada pagi hari (saat cuaca baik)
sebaiknya sapi dilepas diluar kandang karena sinar matahari pagi baik
untuk kesehatan sapi (Soetarno, 2003). Pertukaran udara di kandang perlu
dijaga agar pertukaran udara di kandang sempurna. Kandang sapi perah di
daerah tropis sebaiknya terbuka (tidak berdinding) kecuali di daerah
pegunungan yang udaranya dingin atau anginnya kencang, kandang sebaiknya
tertutup (berdinding), tetapi dapat dibuka pada siang hari agar
sirkulasi udara dapat dijaga (Soetarno, 2003).
Upaya-upaya pencegahan untuk mengatasi pencemaran lingkungan antara
lain sebaiknya kandang sapi perah terpisah dengan tempat pemukiman atau
lebih tinggi dari sekitarnya. Semua kotoran dari kandang (feses dan sisa
pakan) dikumpulkan di tempat berlubang yang diberi atap, air dari
kandang sebelum masuk sungai harus terlebih dahulu melalui peresapan.
Apabila memungkinkan feses sapi dan sisa pakan dapat dibuat menjadi
biogas. Pembuatan biogas tersebut dapat menjadi cabang usaha yang
menjanjikan (Soetarno, 2003).
Selama hidupnya sapi perah lebih banyak berada didalam kandang. Oleh
karena itu kandang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat
pemerahan susu dilakukan. Kandang dan lingkungan disekitarnya harus
dibersihkan setiap hari dan secara teratur. Bersihkan lantai kandang
bila perlu menggunakan disinfektan untuk membunuh kuman dan bakteri.
Tempat makan dan minum harus dibersihkan setiap hari, tempat makan dan
minum yang kotor merupakan sarang bibit penyakit. Untuk menghindari debu
sapi diberi makanan kering satu jam sebelum pemerahan atau sesudah
pemerahan (Sutarno,1999).
Kandang dan lingkungan yang bersih menghindarkan susu dari pencemaran
oleh kotoran dan bau karena sifat susu mudah menghisap bau sekitarnya.
Apabila akan dilakukan pemerahan lantai harus bersih, kotoran harus
dibuang tidak didekat kandang dengan menggunakan sekop yang berbeda
untuk makanan. Kandang yang bersih membuat sapi nyaman. Hal ini dapat
meningkatkan produsinya dan memberikan kenyamanan pada peternak saat ke
kandang (Sutarno,1999).
H. Efek Lingkungan terhadap Penampilan Produksi
Diantara bangsa sapi perah, sapi FH tergolong kedalam bangsa sapi
yang paling tinggi daya tahan panasnya. Hasil penelitian terhadap sapi
FH di kawasan tropis seperti Indonesia memperlihatkan bahwa penampilan
produksinya tidak berselisih jauh dengan di daerah asalnya yang bersuhu
sejuk 18.3
oC dengan kelembaban sekitar 55%.
Oksidasi makanan dalam tubuh menghasilkan panas. Jika sapi pernah
berada dalam lingkungan bersuhu tinggi , sapi tersebut akan
mempertahankan diri dengan mengurangi konsumsi. Hal ini mengakibatkan
produksi air susunya juga turun.
Walaupun sapi perah memiliki daya tahan yang rendah terhadap suhu
tinggi, pada kenyataannya sapi-sapi tersebut memiliki kemampuan
beradaptasi yang sangat tinggi di negara Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya sapi perah yang dikembangbiakkan di kota-kota
besar untuk menunjang perekonomian (Marshall et al, 2003) .
I. Manfaat Pemeliharaan Sapi Perah
Salah satu usaha pemerintah dalam pembangunan jangka panjang di
bidang pertanian adalah menciptakan kondisi usaha di sub sektor
peternakan yang tangguh dan mampu mendukung industri yang kuat.
Pengembangan usaha sapi perah merupakan salah satunya. Usaha peternakan
sapi perah rakyat di daerah pedesaan merupakan pola usaha tradisional
unggulan karena dianggap lebih pesat perkembangannya dibanding dengan
usaha ternak lainnya. Hal ini disebakan oleh hasil produksi susu yang
berkesinambungan sepanjang tahun dan jumlah permintaan susu yang tinggi
(Farida, 2004).
Susu Sapi
Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang harganya
relatif murah jika dibandingkan dengan daging. Harga susu jauh lebih
murah dibandingkan dengan daging jika dilihat dari kadar proteinnya.
Oleh sebab itu pemeliharaan sapi perah dapat menunjang peningkatan gizi
keluarga di Indonesia. Susu yang mengandung berbagai jenis komponen gizi
merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme baik
bakteri, kapang, dan khamir. Pertumbuhan berbagai jenis mikroba tersebut
dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada susu seperti rasa, bau,
warna dan bentuk sehingga tidak sesuai lagi untuk dikonsumsi segar
ataupun dijadikan sebagai bahan baku dalam memproduksi berbagai olahan
susu (Rahman
et al, 1992).
Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu kasein dan
whey.
Kasein adalah protein utama susu yang jumlahnya kira-kira mencapai 80%
dari total protein. Kasein dapat diendapkan oleh asam, alkohol, rennet
dan logam berat. Pemanasan susu sampai mendekati titik didih akan
menyebabkan terbentuknya lapisan film atau kulit yang keras dan
menggumpal pada permukaan susu. Gumpalan atau padatan tersebut
disebabkan oleh komponen kasein bersatu dengan butiran lemak yang
dikenal sebagai tahu susu (curd). Gumpalan tersebut dapat dipisahkan
dari cairan dengan disaring, dan cairan sisa tersebut dikenal sebagai
whey (Buckle
et al.,1987).
Kualitas air susu dapat dipengaruhi oleh kadar mineralnya.
Konsentrasi mineral yang rendah dapat menurunkan bobot jenis air susu.
Bobot jenis air susu merupakan salah satu kriteria kualitas air susu
yang sangat diperhatikan. Saat ini air susu yang dihasikan peternakan
sapi perah rakyat sering mempunyai bobot jenis yang lebih rendah dari
bobot jenis standar terendah, bobot jenis standar terendah adalah 1.027
pada suhu 27,5°C. Air susu dengan berat jenis rendah, jika dijual kepada
industri pengolah susu maka harganya akan rendah atau bahkan tidak
diterima (Hardjosworo et al, 1987).
Air susu mengandung beberapa macam mineral. Mineral yang terdapat
dalam air susu berasal dari makanan yang dikonsumsi, namun komposisinya
tidak sama seperti dalam makanan. Mineral yang terdapat dalam air susu
adalah Ca, B, Ma, K, Mg, Mn, I, Fe, S, dan mineral esensial lainnya
(Foley
et al,. 1972).
Pembuatan Biogas
Kotoran sapi memiliki kandungan methan yang tinggi. Selain itu, kandungan karbondioksida (CO
2)
juga cukup banyak. Dengan dua unsur itu, pemanfaatan kotoran sapi untuk
biogas bisa terjadi. Penelitian menunjukkan biogas dapat terbentuk
dengan 68 persen kandungan gas methan dan 30 persen CO
2 di
kotoran sapi. Dua persen lagi zat lain yang bisa digunakan untuk
membantu proses pembuatan biogas. Langkah pertama yang dilakukan adalah
dengan menuangkan kotoran sapi yang banyaknya mencapai 22 kg ke dalam
tabung yang dibentuk dari 3 buah drum bekas. Setelah itu, kotoran itu
dieram dalam tabung selama 21 hari. Kalau sudah lewat dari waktu
tersebut, akan terlihat hasil olahan otomatis dari tabung untuk
dijadikan biogas.
Gas yang dihasilkan kemudian dipakai untuk memasak. Dari 22 kg
kotoran sapi yang diolah, gas yang dihasilkan akan cukup untuk memasak
selama satu jam. Kotoran sapi yang akan diolah tak boleh terkena air
sabun dan sinar matahari secara langsung. Air sabun dan sinar matahari
akan menghambat pengolahan biogas. Karena itu walaupun tidak ada seleksi
khusus untuk kotoran sapi yang akan diolah, namun kotoran sapi harus
dijaga agar tidak terkena air sabun dan sinar matahari (Aak, 2007).
J. Peran Dokter Hewan dalam Pengembangan Sapi Perah
(Toha, 1983) Dokter hewan memiliki peranan penting dalam pengembangan
kualitas bahkan kuantitas sapi perah. Peranan utamanya adalah membantu
para peternak dalam menghadapi manajemen usaha sapi perahnya, meliputi:
1. Pelaksanaan inseminasi buatan
2. Melaksankan pemeriksaan kebuntingan
3. Pemeriksaan kesehatan hewan dan bila perlu pelaksanaan vaksinasi
4. Membantu kelahiran dan perawatan induk pasca melahirkan
5. Penyuluhan dalam manajemen ternak
SIMPULAN
Sapi perah di dunia saat ini memiliki banyak jenis diantaranya :
Ayrshire,
Guernsey,
Jersey,
Brown swiss,
Milk Shorhorn, Sapi Grati,
Fries Holland.
Pengklasifikasian tersebut didasarkan oleh tempat sapi berasal. Di
Indonesia terdapat dua jenis sapi perah yang mayoritas dikembangkan
yaitu
Fresian holstein dan
Jersey. Hal ini berkaitan
dengan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dari kedua sapi tersebut
dibandingkan dengan sapi perah yang lain.
. Pemanfaatan sapi perah yang utama yaitu diambil susunya
sebagai sumber protein, mineral, dan vitamin. Selain itu, kotorannya
dapat digunakan untuk biogas sebagai bahan energi alternatif.
Produktivitas susu sapi akan meningkat jika didukung oleh kelayakan
nutrisi pakan, tempat hidup, iklim, dan lain sebagainya. Semakin tinggi
konsumsi pakan dan energy yang dihasilkan maka produktivitas sapi akan
semakin meningkat. Limbah feses sapi dapat dimanfaatkan untuk biogas
yang dapat dijadikan sebagai sumber energy alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
Aak, 2007.
Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta: Kanisius.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1991.
Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Buckle,K.A.,1987
. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Calder, W. A. 1996.
Size, Function and Life History. Dover Publ. Inc, Mineola, N.Y.
Dr. Toha, 1983. Ceramah Ilmiah. Pengelolaan Tata Laksana Makanan dan
Kesehatan Sapi Perah. Pehimpunan Dokter Hewan Indonesia cab. Jawa Barat
II.
Farida. 2004. Efisiensi penggunaan nutrisi pakan pada usaha ternak
sapi perah [Skripsi]. Bogor: Departemen Sosial Ekonomi Industri
Peternakan, Fakultas Peternakan, Intitut Pertanian Bogor.
Foley, Richard CPhd. Cs. 1973.
Dairy Cattle. Lea & Febiger, Philadelphia
Hardjosworo, Peni S, & Joel M. Levie, 1987.
Pengembangan Peternakan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Mahaputra, L. 1983. Postpartum Ovarian Function in Dairy Cattle [Thesis]. Msc, UPM.
Marshall Denis, Teddy. 2003. Studi Kasus di Kelompok Tani Ternak Sapi
Perah Swadaya Pondok Rangon Jakarta Timur [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Prihadi. S. 1997.
Tata Laksana Dan produksi ternak Perah. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rahman dan Ansori, 1992.
Teknoogi Fermentasi. Pusat Antar Universitas pangan dan Gizi. IPB, Area, Jakarta
Reksohadiprodjo, S.1984.
Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE, Yogyakarta.
Sasroamidjojo, M. Samad.1990.
Ternak Potong dan Kerja.CV Yasaguna, Jakarta
Sutarno, T. 1994.
Manajemen Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM, Jogjakarta.
Syarief, M.Z dan R.M. Sumoprastowo. 1984.
Ternak Perah, edisi ke- 1. CV. Yasaguna, Jakarta.
Tillman, A.D., H.Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Labdosoekadjo. 1999.
Ilmu Makanan Ternak Dasar, Gadjah Mada, Yogyakarta.
Timan, Soetarno. 2003.
Manajemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak Perah. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Yusran, M. Ali, Mariyono, Komarudin.1994. Penelitian sapi perah.
Proc. Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi
Perah, Pasuruan 26 Maret.